
Lapak Warta – Pada Jumat, 29 November, diplomat dari Inggris, Jerman, Prancis, dan Iran mengadakan pertemuan penting di Jenewa untuk membahas isu-isu bilateral yang semakin mendesak, dengan fokus utama pada program nuklir Iran dan sanksi yang dijatuhkan kepada negara tersebut. Pertemuan ini melibatkan pejabat tinggi dari tiga negara Eropa, yang merupakan penandatangan kesepakatan nuklir Iran pada 2015, serta Kazem Gharibabadi, perwakilan senior Iran di organisasi internasional.
Christian Turner, Direktur Politik Kementerian Luar Negeri Inggris, menyatakan bahwa tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mendalami berbagai masalah terkait program nuklir Iran, serta membahas situasi bilateral dan regional. Dalam unggahannya di media sosial X, Turner menyebutkan bahwa meskipun isu-isu ini kompleks, keempat negara sepakat untuk melanjutkan dialog diplomatik dalam waktu dekat. Ini menunjukkan adanya upaya yang berkelanjutan untuk mencari solusi damai mengenai situasi yang sudah berlangsung lama.
Di sisi lain, Gharibabadi, yang juga menjabat sebagai Duta Besar Iran untuk Badan Energi Atom Internasional (IAEA), menyebut pertemuan ini sebagai “putaran diskusi terbuka lainnya” yang sangat penting. Ia menekankan bahwa agenda utama dalam pembicaraan ini adalah membahas perkembangan terbaru mengenai program nuklir Iran, serta kemungkinan pencabutan sanksi internasional yang selama ini membatasi perekonomian negara tersebut. Gharibabadi menegaskan bahwa Iran berkomitmen penuh untuk memperjuangkan kepentingan rakyat mereka, dengan menekankan bahwa jalur dialog dan keterlibatan adalah pilihan utama Iran dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Pentingnya pertemuan ini juga tidak lepas dari latar belakang politik yang semakin mendesak. Beberapa analis memperkirakan bahwa ini mungkin merupakan kesempatan terakhir bagi diplomasi terkait program nuklir Iran sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat pada Januari 2025. Ketika Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS, pada 2018, ia menarik negara itu secara sepihak dari kesepakatan nuklir dengan Iran (JCPOA), yang sejak itu menyebabkan ketegangan tinggi antara negara-negara Eropa dan Iran. Trump dikenal dengan sikap kerasnya terhadap Iran dan sering menggunakan sanksi ekonomi sebagai alat untuk memaksa negara tersebut bernegosiasi.
Sebelumnya, pada 28 November, Gharibabadi juga mengadakan pembicaraan dengan Enrique Mora, Wakil Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, bersama dengan Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht Ravanchi. Pertemuan ini berlangsung di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Iran, dengan negara-negara besar berusaha mencari jalan keluar dari kebuntuan terkait program nuklir yang kontroversial.
Sementara itu, pihak Eropa semakin khawatir dengan ketegangan yang terus berkembang, terutama setelah keputusan sepihak yang diambil oleh AS pada 2018. Sanksi yang diterapkan oleh AS terhadap Iran telah memperburuk kondisi perekonomian negara tersebut dan memicu ketegangan regional, termasuk di kawasan Timur Tengah yang penuh dengan dinamika geopolitik.
Bagi negara-negara Eropa yang menandatangani kesepakatan nuklir dengan Iran, seperti Inggris, Jerman, dan Prancis, menjaga keberlangsungan JCPOA tetap menjadi prioritas utama. Meskipun Iran telah melakukan beberapa pelanggaran terkait pembatasan uranium yang disepakati dalam perjanjian tersebut, ketiga negara tersebut terus berupaya menghidupkan kembali kesepakatan yang dianggap sebagai pencapaian diplomatik besar pada masa lalu.
Seiring dengan semakin dekatnya kemungkinan kembalinya Trump ke Gedung Putih pada 2025, waktu semakin sempit bagi diplomasi internasional untuk menemukan titik temu. Namun, para diplomat yang terlibat dalam pertemuan tersebut menekankan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk melanjutkan proses dialog dalam beberapa minggu mendatang, dengan harapan dapat menemukan jalan keluar yang memadai untuk mengatasi ketegangan yang ada dan menghindari eskalasi lebih lanjut.