
Sumber: antaranews.com
Lapak Warta – Seorang diplomat dari Uni Emirat Arab (UEA) telah menyerahkan sebuah surat yang berasal dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kepada Menteri Luar Negeri Iran. Informasi ini disampaikan oleh media Iran dalam laporan yang dirilis pada Rabu (12/3).
Surat tersebut diterima langsung oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, dalam pertemuannya dengan Anwar Gargash, penasihat diplomatik Presiden UEA. Kantor berita semi-resmi Mehr melaporkan bahwa pertemuan tersebut berlangsung sebagai bagian dari upaya diplomatik yang tengah dilakukan.
Sebelum surat itu disampaikan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ismail Baghaei, telah memastikan bahwa Gargash memang membawa pesan dari Presiden Trump untuk Iran.
Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada Jumat, Trump mengungkapkan bahwa dirinya telah mengirimkan surat kepada para pemimpin Iran. Surat itu diklaim berisi ajakan untuk melakukan negosiasi terkait perjanjian nuklir.
Trump menuturkan bahwa ia berharap pemerintah Iran bersedia untuk berunding, sebab menurutnya hal itu akan lebih menguntungkan bagi Iran sendiri. Namun, di sisi lain, ia juga memperingatkan bahwa Teheran harus bersiap menghadapi kemungkinan tindakan militer apabila tidak bersedia bekerja sama.
Pernyataan yang disampaikan oleh Trump tersebut mendapat tanggapan keras dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Ia menegaskan bahwa ancaman yang dilontarkan AS tidak akan membuat Iran tunduk terhadap tekanan politik dan ekonomi yang sedang diberikan.
Khamenei menilai bahwa upaya yang dilakukan oleh negara-negara adidaya untuk mendorong Iran agar bersedia berunding bukanlah bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Sebaliknya, ia menuding bahwa tekanan tersebut hanya bertujuan untuk memaksakan kepentingan pihak Barat atas Iran.
Menurut Khamenei, Republik Islam Iran tidak akan menerima tuntutan yang bersifat memaksakan kepentingan negara lain terhadap kedaulatan negaranya. Ia pun mengecam pendekatan AS yang dinilai lebih mengarah pada intimidasi ketimbang negosiasi yang sehat dan adil.
Ketegangan antara Iran dan AS sendiri sudah berlangsung sejak Trump memutuskan untuk menarik negaranya keluar dari perjanjian nuklir Iran pada tahun 2018. Keputusan itu diikuti dengan diberlakukannya kembali sanksi ekonomi terhadap Iran, yang berdampak besar pada perekonomian negara tersebut.
Meskipun Iran masih tetap mematuhi perjanjian nuklir selama lebih dari setahun setelah AS keluar dari kesepakatan tersebut, perlahan-lahan Teheran mulai mengurangi komitmennya terhadap perjanjian itu. Langkah ini diambil dengan alasan bahwa negara-negara penandatangan lain tidak mampu memberikan perlindungan terhadap kepentingan Iran setelah keluarnya AS dari kesepakatan tersebut.
Dengan situasi yang semakin memanas, prospek negosiasi antara AS dan Iran tampaknya masih belum jelas. Sementara Trump terus mendorong adanya pembicaraan, Iran justru semakin tegas menolak tekanan yang dirasakan lebih condong pada taktik pemaksaan dibandingkan diplomasi sejati.
Keberlanjutan hubungan kedua negara akan sangat bergantung pada bagaimana langkah selanjutnya yang diambil oleh masing-masing pihak, serta kemungkinan adanya mediasi dari negara ketiga untuk meredakan ketegangan yang terus meningkat.