
Sumber: antaranews.com
Lapak Warta – Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump tengah berupaya mencapai gencatan senjata di Ukraina. Untuk mempercepat pembahasan, utusan khusus Presiden AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dijadwalkan bertolak ke Moskow pada akhir pekan guna mengadakan diskusi dengan pejabat Rusia terkait proposal gencatan senjata selama 30 hari. Informasi tersebut dikonfirmasi oleh Gedung Putih pada Rabu (13/3).
Menurut pernyataan resmi dari Juru Bicara Karoline Leavitt, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz telah melakukan pembicaraan telepon dengan mitranya dari Rusia pada hari yang sama. Dalam pembicaraan tersebut, Waltz menegaskan bahwa pemerintahan Trump terus menjalin komunikasi dengan pihak Rusia menjelang kunjungan Witkoff ke Moskow.
Meskipun tidak disebutkan secara rinci kapan Witkoff akan tiba maupun siapa yang akan ditemuinya, Leavitt menyampaikan harapan agar Rusia bersedia menerima proposal gencatan senjata yang diajukan AS. Ia menegaskan bahwa saat ini perdamaian sudah berada dalam jangkauan, dan kesepakatan hanya tinggal menunggu persetujuan dari Rusia.
Sebagai bentuk penekanan, Leavitt menggunakan analogi dalam olahraga sepak bola Amerika, menyatakan bahwa kesepakatan tersebut hampir selesai dan hanya membutuhkan satu dorongan terakhir dari Rusia agar dapat terwujud.
Sementara itu, Steve Witkoff semakin berperan penting dalam berbagai urusan pemerintahan Trump, bahkan melampaui tanggung jawab resminya sebagai utusan khusus. Sebelumnya, ia juga berperan dalam pembebasan Marc Fogel, seorang warga Amerika yang telah ditahan di Rusia selama lebih dari tiga tahun.
Di sisi lain, pemerintah Ukraina telah menyatakan persetujuannya terhadap proposal gencatan senjata yang diajukan AS. Kesepakatan yang oleh Trump disebut sebagai “gencatan senjata total” itu telah diterima oleh Ukraina setelah melakukan pembicaraan dengan delegasi AS yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz di Arab Saudi.
Namun, dalam pernyataan bersama setelah pertemuan tersebut, tidak terdapat klausul yang menjamin keamanan Ukraina. Klausul tersebut, yang berupa komitmen AS untuk turun tangan jika Rusia melanggar kesepakatan, tidak dimasukkan dalam dokumen resmi.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dalam sebuah pesan video yang disampaikan pada Rabu malam, menegaskan bahwa isu mengenai jaminan keamanan telah menjadi bagian dari pembahasan dengan delegasi AS. Ia juga menambahkan bahwa diskusi lebih lanjut mengenai hal ini akan dilakukan jika gencatan senjata benar-benar diberlakukan.
Di tengah upaya diplomasi ini, tekanan terhadap Rusia juga semakin meningkat. Pada Rabu pagi, Donald Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi ekonomi yang lebih berat jika Presiden Rusia, Vladimir Putin, menolak untuk menyetujui gencatan senjata. Ia menyatakan bahwa berbagai langkah dapat diambil guna memberikan dampak finansial yang signifikan bagi Rusia.
Trump mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya tidak ingin memberlakukan sanksi tambahan karena tujuannya adalah untuk mencapai perdamaian, bukan memperburuk situasi. Namun, ia juga menegaskan bahwa nasib kesepakatan ini sepenuhnya berada di tangan Kremlin. Jika Rusia tetap menolak, maka AS siap mengambil tindakan ekonomi yang lebih keras.
Dengan berbagai pernyataan yang dikeluarkan oleh para pejabat AS dan Ukraina, terlihat bahwa gencatan senjata ini menjadi prioritas utama dalam upaya menghentikan konflik di Ukraina. Kini, keputusan akhir berada di tangan pemerintah Rusia, yang diharapkan dapat menyetujui kesepakatan ini demi mengurangi ketegangan dan membawa situasi ke arah yang lebih stabil.