
Sumber: antaranews.com
Lapak Warta – Delegasi Amerika Serikat (AS) dijadwalkan melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada pekan depan untuk bertemu dengan perwakilan Ukraina dalam rangka membahas kemungkinan tercapainya kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia. Rencana ini disampaikan oleh Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, pada Jumat (7/3).
Waltz mengungkapkan bahwa Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dirinya, serta delegasi dari Ukraina akan menghadiri pertemuan tersebut guna mengupayakan kembali jalannya perundingan, menegakkan gencatan senjata, dan mempercepat proses perdamaian. Pernyataan ini disampaikannya di Ruang Oval saat mendampingi Presiden Donald Trump dalam pertemuan dengan para wartawan.
Dalam keterangannya, Waltz menjelaskan bahwa Presiden Trump telah bersikap sangat tegas dalam menyampaikan keinginannya agar pertempuran segera dihentikan. Upaya diplomasi perantara akan terus dilakukan oleh AS dengan memanfaatkan pengaruh serta kepemimpinan yang dimiliki untuk membawa kedua pihak ke meja perundingan. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa proses ini tidak akan berjalan dengan mudah.
Selain membahas upaya perdamaian, Waltz juga mengumumkan bahwa Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Mark Rutte, dijadwalkan akan mengunjungi AS pada pekan mendatang untuk melakukan diskusi lebih lanjut mengenai situasi geopolitik yang berkembang.
Sebelumnya, pada 12 Februari, Trump telah mengadakan panggilan telepon selama satu setengah jam dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Percakapan tersebut kemudian diikuti dengan pertemuan antara delegasi kedua negara di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, pada 18 Februari. Dalam pertemuan tersebut, normalisasi hubungan bilateral serta langkah-langkah untuk mengakhiri konflik menjadi topik utama pembahasan.
Dalam usahanya untuk mencapai kesepakatan damai, Trump menyatakan kepada media bahwa berurusan dengan Ukraina tidak semudah yang dibayangkan. Ia mengakui bahwa komunikasi dengan Rusia berjalan dengan baik, namun di saat yang sama, pasukan Rusia terus melancarkan serangan hebat terhadap Ukraina. Menurutnya, hal ini membuat posisi Ukraina dalam perundingan menjadi lebih lemah dibandingkan Rusia.
Trump juga menyampaikan bahwa dalam mencapai kesepakatan akhir, bernegosiasi dengan Rusia justru dianggap lebih mudah. Ia mengungkapkan bahwa hal ini cukup mengejutkan, karena Rusia dinilai memiliki lebih banyak keuntungan dalam konflik ini.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden AS tersebut kembali menegaskan keinginannya untuk segera mengakhiri perang. Ia menekankan bahwa meskipun aspek keamanan menjadi hal yang penting, tantangan sebenarnya adalah menemukan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Selain membahas perdamaian, Trump juga menyinggung mengenai dukungan finansial yang diberikan AS kepada Ukraina. Ia mengkritik cara pemerintahan sebelumnya yang memberikan bantuan dalam jumlah besar tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian AS. Menurutnya, negara-negara Eropa memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman yang nantinya dapat dikembalikan, sedangkan AS memberikan bantuan langsung tanpa pengembalian. Oleh karena itu, ia menyebut bahwa proposal terkait kesepakatan mineral langka diajukan sebagai bagian dari negosiasi.
Sementara itu, pertemuan antara Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, yang berlangsung pada 28 Februari di Gedung Putih dikabarkan diwarnai ketegangan. Ketidaksepakatan mengenai isu mineral langka menjadi hambatan utama dalam mencapai kesepakatan yang diharapkan. Trump sebelumnya mengajukan syarat terkait eksploitasi mineral langka sebagai bentuk kompensasi atas dukungan AS terhadap Ukraina dalam konfliknya dengan Rusia.
Sejak 24 Februari 2022, Rusia terus melakukan serangan militer terhadap Ukraina dengan tuntutan utama agar Kiev menghentikan upayanya untuk bergabung dengan aliansi militer Barat (NATO). Permintaan ini dianggap oleh Ukraina sebagai bentuk intervensi terhadap kedaulatannya, sehingga perundingan antara kedua negara masih menemui jalan buntu hingga saat ini.
Dengan adanya pertemuan yang akan digelar di Arab Saudi, diharapkan solusi damai dapat segera ditemukan. Namun, tantangan yang ada menunjukkan bahwa perundingan ini masih akan menghadapi berbagai hambatan, terutama terkait kepentingan strategis yang dimiliki oleh masing-masing pihak.