
Sumber: antaranews.com
Lapak Warta – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, kembali menegaskan sikap negaranya terhadap negosiasi dengan Amerika Serikat. Dalam sebuah pertemuan tahunan bersama mahasiswa di Teheran pada Rabu (12/3), ia menyampaikan bahwa dialog dengan AS tidak akan menghasilkan pencabutan sanksi, melainkan justru berisiko memperberat tekanan terhadap Iran.
Menurutnya, masih banyak pihak di dalam negeri yang mempertanyakan alasan Iran enggan melakukan perundingan dengan AS. Namun, ia menegaskan bahwa pendekatan diplomatik dengan Washington tidak akan membawa manfaat bagi Iran. Jika tujuan utama negosiasi adalah menghapus sanksi yang telah diberlakukan, maka pembicaraan dengan pemerintahan AS saat ini justru akan menyebabkan sanksi tersebut semakin diperketat.
Selain itu, Khamenei menambahkan bahwa negosiasi dengan pemerintahan AS saat ini bukanlah solusi yang tepat, karena hanya akan memberikan peluang bagi Washington untuk semakin menekan Iran. Oleh sebab itu, ia menilai bahwa dialog dengan AS bukanlah opsi yang menguntungkan bagi negaranya.
Pada hari yang sama ketika pernyataan ini disampaikan, seorang diplomat senior Uni Emirat Arab (UEA), Anwar Gargash, melakukan kunjungan resmi ke Teheran. Gargash, yang merupakan penasihat presiden UEA, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dalam rangka membahas hubungan bilateral serta isu-isu kawasan.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Luar Negeri Iran, Gargash juga membawa sebuah surat dari Presiden AS, Donald Trump, yang ditujukan kepada Ayatollah Khamenei. Walaupun isi surat tersebut tidak diungkapkan secara resmi, beberapa sumber menyebutkan bahwa Trump berupaya menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran yang disepakati pada 2015. Sebagai imbalannya, Iran diminta untuk membatasi pengembangan program nuklirnya.
Sebelumnya, Trump telah mengambil langkah sepihak dengan menarik AS dari perjanjian nuklir pada Mei 2018. Sejak saat itu, Iran perlahan-lahan meningkatkan tingkat pengayaan uraniumnya dari batas yang telah ditetapkan dalam perjanjian, yaitu 3,57 persen, menjadi 60 persen kemurnian.
Upaya diplomasi sempat dilakukan melalui perundingan tidak langsung antara Iran dan pemerintahan Joe Biden, yang dimediasi oleh Uni Eropa. Namun, perundingan yang berlangsung panjang tersebut tidak menghasilkan kemajuan berarti, sementara ketegangan antara kedua negara terus meningkat.
Dalam pernyataan yang sama, Khamenei mengakui bahwa sanksi ekonomi telah memberikan dampak bagi negaranya. Namun, ia menegaskan bahwa tekanan ekonomi bukanlah satu-satunya penyebab permasalahan yang dialami Iran.
Terkait dengan program nuklir Iran, ia juga menanggapi pernyataan AS yang menyatakan tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir. Menurut Khamenei, meskipun Washington sering mengeluarkan ancaman, pada kenyataannya mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan Iran jika negara tersebut memang berniat mengembangkan senjata nuklir.
Namun, ia menegaskan bahwa Iran tidak memiliki keinginan untuk mengembangkan senjata nuklir dan menekankan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan tertentu, bukan karena tekanan dari pihak lain.
Selain itu, Khamenei menegaskan bahwa Iran tidak menginginkan terjadinya perang dengan negara mana pun. Namun, ia juga memperingatkan bahwa jika AS dan sekutunya melakukan tindakan yang dianggap sebagai ancaman bagi Iran, maka pihaknya tidak akan ragu untuk memberikan respons yang tegas dan pasti.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Iran tetap teguh dalam sikapnya terhadap tekanan internasional, terutama dari AS. Sementara Washington berusaha menghidupkan kembali diplomasi dengan Iran, Teheran justru semakin menegaskan bahwa negosiasi dengan AS bukanlah solusi yang menguntungkan bagi kepentingan nasionalnya.