Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyatakan bahwa pengesahan undang-undang ini merupakan langkah penting untuk memastikan masa kanak-kanak anak-anak di Australia dapat terlindungi dari pengaruh buruk media sosial. UU ini akan berlaku mulai akhir tahun depan, dan akan melarang penggunaan aplikasi populer seperti TikTok, Instagram, Snapchat, Facebook, Reddit, dan X bagi siapa saja yang berusia di bawah 16 tahun.
Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah, Albanese menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk melindungi kesejahteraan dan kesehatan mental anak-anak serta remaja yang selama ini terpapar berbagai konten di media sosial yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan diri dan meningkatkan risiko masalah psikologis. “Kami ingin anak-anak Australia menikmati masa kanak-kanaknya tanpa terbebani oleh dampak buruk dari media sosial,” ujar Albanese.
Undang-undang ini disetujui oleh DPR Australia pada 27 November 2024 dengan suara mayoritas, dan kemudian disahkan oleh Senat dengan hasil 34 senator setuju dan 19 senator menolak. Meskipun undang-undang ini mendapat dukungan besar, masih ada sejumlah pihak yang mempertanyakan efektivitas dan dampaknya terhadap kebebasan individu, terutama dalam hal kontrol orang tua terhadap penggunaan media sosial anak-anak mereka.
Salah satu poin penting dalam undang-undang ini adalah pemberian sanksi tegas bagi perusahaan media sosial yang melanggar ketentuan tersebut. Pengelola platform yang membiarkan anak-anak dan remaja menggunakan layanan mereka akan dikenai denda hingga 50 juta dolar Australia (sekitar Rp516 miliar). Meskipun demikian, UU ini juga menetapkan bahwa perusahaan tidak boleh memaksa penggunanya untuk memberikan bukti identitas, seperti KTP digital, untuk memverifikasi usia mereka.
Perdana Menteri Albanese sebelumnya menyatakan bahwa penggunaan media sosial oleh anak-anak dapat membawa dampak sosial yang merugikan. “Kami tahu bahwa meskipun ada kebijakan usia pada banyak platform, masih banyak anak-anak yang berhasil menemukan celah untuk mengakses media sosial,” kata Albanese. Oleh karena itu, ia mengimbau agar perusahaan-perusahaan media sosial memperbaiki kebijakan dan mengedepankan perlindungan untuk pengguna muda.
Sejumlah platform media sosial memang sudah memiliki kebijakan yang membatasi akses anak-anak, namun kenyataannya banyak anak yang berhasil mengaksesnya dengan cara mengelabui sistem verifikasi usia. Selain itu, ada juga klaim bahwa algoritma yang digunakan oleh media sosial sering kali berusaha mempertahankan perhatian pengguna muda dengan cara yang membuat mereka kecanduan. Walaupun pengelola media sosial membantah tuduhan tersebut, berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dapat berkontribusi pada rendahnya kepercayaan diri dan peningkatan gangguan psikologis pada anak-anak dan remaja.
Dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya kekhawatiran mengenai dampak psikologis dari media sosial terhadap anak-anak dan remaja telah memicu perdebatan global. Banyak orang tua dan pakar kesehatan mental yang khawatir bahwa anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial lebih rentan terhadap masalah mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan. Oleh karena itu, langkah Australia untuk membatasi akses media sosial bagi anak-anak dan remaja ini dianggap sebagai tindakan yang perlu dicontoh oleh negara-negara lain.
Secara keseluruhan, pengesahan undang-undang ini menunjukkan komitmen Australia untuk melindungi generasi mudanya dari dampak negatif media sosial. Meskipun tantangan besar masih ada, langkah ini merupakan upaya konkret untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan sehat bagi anak-anak dan remaja di Australia. Sebagai negara pertama yang memberlakukan pembatasan semacam ini, Australia memberikan sinyal penting kepada dunia bahwa kesejahteraan anak-anak harus menjadi prioritas utama di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial.