
Sumber: antaranews.com
Lapak Warta – Prof. Ulung Pribadi, seorang Guru Besar Administrasi Publik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengungkapkan pandangannya bahwa Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Keprotokolan perlu mendapatkan revisi. Menurutnya, ketentuan dalam PP Keprotokolan, khususnya yang mengatur mengenai kedatangan dan kepulangan pejabat, tidak lagi relevan dengan prinsip efisiensi dan produktivitas yang diharapkan dalam pelayanan publik.
PP yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2019 yang merupakan perubahan dari PP Nomor 39 Tahun 2018. Peraturan tersebut mengatur mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan. Salah satu ketentuan yang dipermasalahkan oleh Prof. Ulung adalah aturan yang menyebutkan bahwa pejabat dengan jabatan tertinggi atau orang yang paling dihormati dalam sebuah acara harus datang paling terakhir dan pulang lebih dahulu. Menurutnya, ketentuan ini sering menimbulkan masalah, terutama terkait keterlambatan dimulainya suatu acara karena harus menunggu kehadiran pejabat tersebut.
Ketentuan dalam PP Nomor 39 Tahun 2018 yang tercantum pada Bab I, bagian Umum, pada halaman kelima, menjelaskan bahwa orang yang paling dihormati harus datang paling akhir dan pulang lebih dahulu. Prof. Ulung menjelaskan bahwa hal tersebut dapat menyebabkan gangguan dalam jalannya acara. Dia menilai bahwa kedatangan yang terlambat sering kali menghambat dimulainya kegiatan, karena acara tidak dapat dimulai sebelum pejabat yang bersangkutan hadir. Hal ini, menurutnya, jelas bertentangan dengan prinsip efisiensi, khususnya dalam konteks pelayanan publik yang seharusnya mengutamakan ketepatan waktu.
Lebih lanjut, Prof. Ulung menyatakan bahwa pejabat negara seharusnya memberikan contoh disiplin waktu, yang menjadi salah satu nilai penting dalam kepemimpinan. Ia menjelaskan bahwa datang terakhir bukanlah cerminan dari kedisiplinan yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Dalam pandangannya, para pejabat harus dapat mengutamakan efisiensi waktu agar koordinasi antar pihak yang terlibat dalam acara dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Menurut Prof. Ulung, penerapan ketentuan tersebut justru dapat memberikan dampak negatif terhadap kelancaran jalannya agenda pemerintahan. Dalam situasi yang memerlukan koordinasi yang tepat waktu, keterlambatan yang disebabkan oleh pengaturan waktu yang kaku dapat menghambat efektivitas kegiatan. Oleh karena itu, revisi terhadap PP Keprotokolan ini dianggap perlu, dengan mempertimbangkan fleksibilitas dalam pengaturan waktu. Prof. Ulung berpendapat bahwa waktu kedatangan dan kepulangan pejabat seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan acara, bukan hanya sekadar mengikuti protokol yang sudah ditetapkan tanpa memperhitungkan dampak praktisnya.
Pandangan Prof. Ulung ini semakin didukung setelah adanya perbincangan yang muncul di media sosial terkait ketentuan keprotokolan dalam PP tersebut. Salah satunya, pengguna media sosial X dengan akun @iam__stanis mengungkapkan bahwa ketentuan tersebut perlu direvisi setelah munculnya video viral yang menunjukkan patroli dan pengawalan lalu lintas untuk mobil berpelat nomor RI 36. Cuitan ini menimbulkan berbagai reaksi dari publik mengenai ketepatan penerapan protokol yang ada. Bahkan, cuitan dari @pak_irv yang mempertanyakan kemungkinan alasan pejabat sering menyebabkan keterlambatan acara juga mendapatkan perhatian luas, hingga mendapat lebih dari 13 ribu tanda suka dan ditayangkan lebih dari 1,5 juta kali hingga Rabu pagi.
Seiring dengan perkembangan ini, Prof. Ulung berharap agar revisi terhadap PP Keprotokolan dapat segera dilakukan. Revisi tersebut, menurutnya, akan lebih mencerminkan prinsip efisiensi, produktivitas, dan disiplin waktu yang sangat penting dalam dunia pemerintahan dan pelayanan publik. Hal ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas koordinasi dan efektivitas kegiatan yang dilaksanakan, tanpa harus terhambat oleh aturan yang tidak relevan dengan tuntutan zaman.